PEMBAHARUAN HUKUM KELUARGA MUSLIM DAN MATERI PEMBAHARUANNYA.
*oleh: M. Nur Kholis Al Amin, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
A. Indonesia
Berbicara mengenai hukum keluarga Muslim di Indonesia tidak terlepas dari hukum Islam di Indonesia, karena hukum Islam yang berkembang di Indonesia tidak luput dari perjuangan para Ulama’ dan Mujtahid, diantaranya adalah lahirnya teori recptio exit oleh hazairin dan teori receptio a contrario dari sajuti thalib.
Meskipun tidak secara formal mengaku sebagai negara Islam, Indonesia adalah negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia. Upaya konkret pembaruan hukum keluarga di Indonesia di mulai sekitar tahun 1960-an yang berujung dengan lahirnya Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Akan tetapi, jauh sebelum itu telah ada upaya-upaya pembaruan hukum keluarga yang berlaku. Misalnya pada tanggal 1 oktober 1950, Menteri Agama membentuk suatu panitia penyelidik yang bertugas meneliiti kembali semua peraturan mengenai perkawinan serta menyusun RUU perkawinan yang sesuai dengan perkembangan zaman. RUU itu selanjutnya diajukan ke DPR oleh pemerintah pada tahun 1958. Sayangnya DPR ketika itu lalu dibekukan melalui dekrit presiden 5 Juli 1959.
Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 merupakan Undang-undang pertama di Indonesia yang mengatur soal perkawinan secara nasional. Sebelum itu urusan perkawinan diatur melalui beragam hukum, yaitu: hukum adat bagi warga negara Indonesia asli; hukum Islam bagi warga negara yang beragama Islam; Ordinansi Perkawinan Indonesia Kristen bagi warga Indnesia yang beragama kristen di Jawa, Minahasa dan Ambon; Kitab Undag-undang Hukum Perdata bagi warga negara Indonesia keturunan Eropa dan Cina; dan peraturan Perkawinan Campuran bagi perkawinan campuran.
Setelah UUP, upaya pembaharuan beriutnya terjadi pada Menteri Agama Munawir Syadzali, ditandai dengan lahirnya KHI pada 10 Juni 1991 yang materinya mencakup aturan perkawinan, kewarisan dan perwakafan.
Jadi, pembaharuan hukum keluarga Islam pada khususnya dan hukum Islam pada umumnya, maka Indonesia termasuk ke dalam negara yang memperbaharui hukum Islam di berbagai bidang, yakni di bidang perkawinan, perceraian, hadhanah, nafkah, waris dan wakaf, poligami . Mengenai perwakafan Indonesia telah mempositivikasikan ke dalam UU No 41 tahun 2004 tentang wakaf, yang merupakan tindak lanjut dari PP No 28/ 1977 tentang perwakafan tanah milik. Ini menunjukkan bahwa di Indonesia selain mengatur wakaf didalam Kompilasi Hukum Islam, juga mengatur di dalam UU No. 41/2004 yang sifatnya lebih mengikat.
B. Malaysia
Orang-orang Melayu di Negeri sembilan, melaka mengikuti UU Mahkamah Melayu Serawak yang mengatur masalah perkawinan dan perceraian. UU Islam di Malaysia adalah batu surat di Terengganu yangberisi tentang hutang piutang, hukuman bagi pelaku zina dan wanita kurang sopan. UU pertama yang berhubungan dengan Islam yang diperkenalkan oleh Inggris di Malaysia adalah Mohammedan Marriage Ordinance, No. V tahun 1880, setelah Malaysia merdeka maka Malaysia mempunyai hukumnya sendiri mengenai masalah-masalah perkawinan disetiap Negeri di Malaysia yang ditetapkan dalam Enakmen atau Pentadbiran Agama Islam. Dari sub bahasan Enakmen, maka dapat kita ketahui bahwa negara malaysia melakukan pembaharuan bukan hanya dalam bidang perkawinan dan perceraian, akan tetapi juga dalam masalah keuangan, baitul mal, zakat, wakaf, masjid, pindah agama, nafkah, nazar, amanah dan pungutan khairat.
C. Brunei Darussalam
Undang-undang Keluarga Islam Brunei Darussalam diatur pada UU Majlis Ugama Islam dan Mahkamah Kadi No. 20 Tahun 1956, dimana UU Keluarga Islam secara khusus diatur dalam 29 bab (pasal) saja, yaitu di bawah judul Marriage and Divorce pada bagian VI, yakni pasal 134-154. Sedang judul Maitenance of Dependants pada bagaian VII, mulai dari bab 157-163.
Pada tahun 1984 Brunei Darussalam memperbaharui hukum keluarganya yang dikenal dengan Hukum Brunei disi revisi tahun 1984 (laws of Brunei Revisied Edition 1984). Dalam hukum Brunei ini ada beberapa bagian yang mengatur perkawinan dan perceraian, yakni:
1. Bagian 76 (chapter 76) tentang perkawinan
2. Bagian 77 (chapter 77) tentang Majlis Agama dan Hakim Pengadilan, dan
3. Bagian 124 (chapter 124) tentang Pendaftaran Perkawinan.
Pada tahun 1984 Brunei Darussalam melakukan revisi terhadap UU Brunei (Revision Laws of Brunei) dengan mengganti nama UU Majlis Ugama Islam dan Mahkamah kadi No. 20. Tahun 1956 menjadi Akta Majlis Ugama dan Mahkamah Kadi Penggal 77 (AKUMKP 77) dan beberapa perubahan kecil. Perlu dicatat, bahwa pembaharuan pada tahun 1984, selain dalam bidang perkawinan dan perceraian juga menyangkut tentang Warisan dan Perwalian (Succession and Regency), yang terdiri dari 8 bab dan 32 pasal. Serta chapter 120 (bagian 120) UU Brunei revisi 1984 tentang Perlindungan terhadap Anak Perempuan Kecil dan Anak Perempauan Dewasa (Women and Girls Protection), yang terdiri dari 26 pasal.
D. Singapore.
UU keluarga yang berlaku di singapore sama dengan UU yang berlaku di Pulau Pinang dan Melaka, dan pada Tahun 1880 Inggris mengakui keberadaan hukum perkawinan dan perceraian Islam dalam Mohammedan Marriage Ordinance, No. V tahun 1880. UU ini sekaligus menjadi UU pertama yang diperkenalkan oleh penjajah Inggris mengenai hukum Islam, setelah mereka mencampuri urusan pemerintah di daerah negeri Melayu. Undang-undang ini terdiri dari 4 bab dan 33 pasal. Pembaharan UU tersebut terjadi dalam beberapa kali, yaitu:
• Pada tahun 1894; Mohamedan Marriage Ordinance (Amendment), No. XIII tahun 1894. Pada perubahan tersebut tidak diperjelas materi apa yang dirubah.
• Pada tahun 1902; Ordinance No. XXXIV of 1902, memberikan kekuasaan pada Governor (pemegang Mahkamah Agung) untuk melantik Pendaftar (Registart) Perkawinan di masing-masing negeri Selat, dengan kata lain esensi perubahan adalah pada perubahan pada tata cara pendaftaran perkawinan.
• Pada tahun 1908; Ordinance XXV/ 1908, yang berisi kewajiban pendaftaran perkawinan dan perceraian, governor berkuasa untuk melantik dan memecat kadi, kadi sebagai pendaftar perkawinan dan perceraian, masalah nafkah, dan masalah yang menyangkut perkawinan dan perceraian. Dan pembaharuan yang bersifat perbaikan pada tahun 1909, 1917, 1920, 1923, 1926, 1934, 1936. Adapun UU Keuarga Islam pertama yang mengatur tentang perkawinan dan perceraian setelah singapore menjadi negara sendiri adalah the Muslim Ordinance 1957 (yang isinya tidak jauh beda denagn UU sebelumnya). Kemudian UU tersebut mengalami beberapa kali pembaharuan (amandemen) yaitu pada; 1958, 1960, 1966 yang dalam bahasa Inggris disebut the administration of Muslim Law Act (AMLA) yag isinya mencakup: perkawinan, perceraian (talak, cerai, fasakh dan khuluk), pertunangan, pembagian harta bersama, pembayaran mas kawin, nafkah, mut’ah dan pemeliharaan anak. Jadi dapat ditarik kesimpulan, bahwa UU Keluarga Muslim di Singapore pernah mengalami pembaharuan yang meliputi: perkawinan, perceraian, harta warisan, dan pemeliharaan anak, serta hal yang mendasar adalah masalah administrasi perkawinan dan perceraian.
E. Philipine.
Hukum Keluarga Islam pertama yang diberlakukan secara khusus bagi muslim philipina adalah Code of Muslim Personal Law of the Philiphines pada tahun 1977. Kodifikasi ini ditetapkan berdasarkan Dekrit presiden Ferdinand E. Marcos No. 1083 pada 4 pebruari 1977, kemudian pernah diamandemen pada tahun 1987 dengan lahirnya Executive Order No. 209/ 1987 dan diamandemen lagi dengan No. 227/ 1987. Jadi pembaharuan Hukum Keluarga Islam di Philiphine berdasarkan dekrit presiden, dan menjadi sebuah kodifikasi “Executive Order No. 227/ 1987.
F. Negara-negara Islam di Timor Tengah
Tunisia, ada dua hal yang menonjol dalam pembaruan hukum keluarga Tunisia, yakni keharusan perceraian di pengadilan dan larangan poligami secara mutlak. Hal ini diatur dalam Majallah al Ahwal Al Syakhsiyyah No. 66/ 1956 (yang mencakup perkawinan, perceraian dan pemeliharaan anak) pasal 18. Adapun perubahan, penambahan, dan modifikasi yaitu pada tahun 1959, 1964, 1981, dan 1993.
Syria, hukum keluarga diatur dalam Qanun al-akhwal al-syakhsiyyah 1953 yang diamandemen pada tahun 1975 dengan maksud unttuk menjamin hak-hak perempuan dalam pandangan hukum. Pembaharuan hukum keluarga Syria, antara lain terkait dengan syarat usia menikah, pertunangan, poligami, perceraian, wasiat dan warisan.
Mesir, pembaharuan hukum keluarga Mesir dimulai tahun 1874 dan perubahan secara radikal 1920, setelah itu terjadi berulang kali amandemen antara lain tahun 1929, 1979 dan 1985. Pembaharuan yang dimaksud, antara lain terkait dengan poligami, wasiat wajibah, warisan dan pengasuhan anak. Di samping itu hukum keluarga mesir juga memberikan ancaman hukuman terhadap orang yang memberikan pengakuan palsu kepada pegawai pencatat perkawinan tentang status perkawinan dan alamat palsu.
Yordania, pembaharuan hukum keluarga di Yordania yang terdapat dalam UU Qonun al-akhwal al-syaksiyyah (Law of Personal Status) No. 61/ 1976 terkait dengan batas usia perkawinan, perjanjian perkawinan, perkawinan beda agama, pencatatan perkawinan, perceraian dan wasiat wajibah.
Irak, pembaharuan hukum keluarga Irak dimulai tahun 1947 dengan lahirnya Qanun al-akhwal al-syakhsiyyah, tetapi baru resmi baru resmi diumumkan tahun 1959 (No. 188 Tahun 1959). Undang-undang tersebut kemudian diamandemen pada tahun 1963, 1978, dan 1983. Pembaharuan hukum keluarga tersebut, antara lain terkait dengan masalah status wali, pemberian mahar, wasiat wajibah, dan pengasuhan anak (hadhanah).
Daftar Pustaka
Azizy, A. Qodry, Eklektisisme Hukum Nasional; Kompetensi Antara Hukum Islam dan Hukum Umum, Yogyakarta: Gama Media, 2004
Muhammad Zain & Muhtar Alshodiq, Membangun Keluarga Humanis, Jakarta: Grahacipta, 2005.
Yazid Afandi, Outline Kuliah Zakat dan Wakaf, 2008
Nasution, Khoiruddin, Hukum Perdata (Keluarga) Islam Indonesia: dan Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Muslim, Yogyakarta: Tazzafa & Academia, 2009
Nasution, Khoiruddin, Hukum Keluarga (Perdata) Islam Indonesia, Yogyakarta: Tazzafa & Academia, 2007.
UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Kompilasi Hukum Islam, Surabaya: Karya Anda, t.t
No comments:
Post a Comment